Asas Praduga Tak Bersalah
Negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (Machtsstaat). Hal ini tercantum dalam penjelasan Undang-Undang Dasar R.I 1945. Dengan demikian maka asas-asas dan prinsip-prinsip suatu negara hukum harus dipegang teguh dan tidak bisa dikalahkan oleh kebutuhan sesaat, keadaan atau pikiran sewaktu-waktu.
Didalam negara hukum yang memegang kekuasaan tertinggi adalah HUKUM, bukan perseorangan. Karena hukum tidak berwujud, maka didalam pelaksanaannya hukum itu diwakili oleh, orang-orang yang diangkat untuk melaksanakan tugas hukum. Namun segala sesuatu harus ada bartas yang tegas agar tidak terjadi penyalahgunaan hukum (misbruik van recht).
Secara universal dinamakan "Rule of Law" bukan "Law of the Ruler". Salah satu unsur dari "Rule of Law" adalah asas "Praduga tak bersalah" (Presumption of innocence) seperti terdapat didalam :
Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 66:
"Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian".
Dan didalam Penjelasan dari pasal 66 dikatakan pula bahwa ketentuan ini adalah penjelmaan dari asas praduga tak bersalah.
Hal ini tambah diperkuat oleh Pasal 158 KUHAP yang berbunyi :
" Hakim dilarang menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya terdakwa".
Sumber :
J. Guwandi, 2004, Hukum Medik (Medical Law), Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.