Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Peselisihan Hubungan Industrial juga mengatur penggunaan mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa hubungan industrial. Mediasi diatur dalam Pasal 1 butir 11, Pasal 1 butir 12, dan Pasal 4 ayat (4) Undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Peselisihan Hubungan Industrial.
Pasal 1 butir 11 berbunyi “Mediasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja / serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral”.
Pasal 1 butir 12 berbunyi “Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan”.
Selanjutnya Pasal 4 ayat (4) mengatakan “Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertangung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator”. Dari rumusan pasal tersebut diatas mediasi bersifat wajib.