Praktek mandiri perawat gigi dulu hanya angan-angan tapi sekarang sudah menjadi kenyataan, dengan diterbitkannya Permenkes Nomor 58 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat Gigi maka seorang perawat gigi untuk sekarang ini dapat melakukan pekerjaan atau praktik mandiri.
Diterbitkannya Permenkes ini bagi sebagian kalangan perawat gigi merupakan sebuah berita gembira namun bagi kalangan perawat gigi yang lain Permenkes ini tidak ada artinya bagi kemajuan profesi perawat gigi.
Kalangan yang menganggap Permenkes ini adalah berita gembira beralasan bahwa jalan legal terbuka untuk perawat gigi melakukan praktik mandiri. Sedangkan kalangan yang menganggap kehadiran Permenkes ini tidak ada artinya beralasan adanya batasan pekerjaan perawat gigi (hanya promotif dan preventif), sehingga berasumsi jika pekerjaan hanya sedemikian untuk apa praktik mandiri.
Saya tertarik menelaah Permenkes 58 Tahun 2012 yang semoga tulisan singkat ini menjadi tambahan wacana dan penengah asumsi-asumsi diatas.
Mohon perhatian bahwa telaah saya ini belum bisa menjadi landasan karena bisa BENAR bisa SALAH, karena telaah ini hanya asumsi saya pribadi berdasarkan keilmuan hukum saya pribadi.
Telaah Tentang Permenkes 58 Tahun 2012 :
1. Telaah I Batasan Kewenangan Perawat Gigi
Pasal 16 ayat (1) dinyatakan bahwa kewenangan perawat gigi meliputi tindakan peningkatan kesehatan gigi dan mulut, pencegahan penyakit gigi, tindakan medik dasar pada kasus penyakit gigi terbatas, pelayanan higiene kesehatan gigi.
Pada ayat (2) dinyatakan perawat gigi yang melakukan pekerjaan secara mandiri hanya memiliki kewenangan tindakan peningkatan kesehatan gigi (huruf a) dan pencegahan penyakit gigi (huruf b).
Jika kita menelaah pasal diatas sudah sangat jelas bahwa apabila seorang perawat gigi melakukan praktek mandiri maka pekerjaan yang dilakukan mutlak dan terbatas pada tindakan promotif dan preventif.
2. Telaah II Standar Minima Sarana, Peralatan dan Obat
Pasal 23 menjelaskan perawat gigi yang akan melakukan pekerjaan secara secara mandiri harus memiliki standar minima sarana, peralatan dan obat sesuai dengan KEBUTUHAN ASUHAN PELAYANAN KEPERAWATAN GIGI DAN MULUT.
Jika kita padukan kedua pasal diatas maka akan bertolak belakang, mengapa demikian ? Pasal pertama menjelaskan tindakan praktik mandiri perawat gigi hanya terbatas promotif dan preventif disisi lain diatur standar minima yang bertolak belakang (peralatan mencakup kuratif sederhana).
Permasalahan ini sebenarnya mudah kita selesaikan, coba lihat bunyi akhir Pasal 23 (sesuai dengan kebutuhan pelayanan keperawatan gigi dan mulut).
Dengan demikian maka perawat gigi bisa berpatokan pada asuhan pelayanan keperawatan gigi dalam menjalankan praktik mandiri.
Pasal 16 diatas jika kita lihat sepintas memang menakutkan sekaligus kebangetan, namun asumsi saya melihat pasal ini tidaklah demikian, pasal ini saya anggap sebagai PASAL JITU yang dapat mencegah seorang perawat gigi bekerja kebablasan, karena tidak bisa kita pungkiri bahwa hampir semua tenaga kesehatan di Indonesia ini bekerja melewati batas kewenangannya.
Seolah Permenkes 58 ini mengatakan "Kalau perawat gigi ingin praktek mandiri maka pekerjaan utama adalah promotif dan preventif , karena standar pelayanan dan kewenangan perawat gigi juga sampai kuratif sederhana maka itu toleransi dalam praktik mandiri".
Kesimpulan saya, standar pelayanan perawat gigi yang mencakup kuratif sederhana adalah batas toleransi yang dapat dilakukan oleh perawat gigi dalam praktik mandiri, meskipun secara kasat mata bertentangan pasal 16 diatas.
Jadi, jika perawat gigi menjalankan pasal 16 dan toleransi kewenangan berdasarkan standar pelayanan keperawatan gigi maka tidaklah bertentangan dengan Permenkes 58 Tahun 2012 ini.
Oke cukup sekian dulu bahasan tentang Praktek Mandiri Perawat Gigi Permenkes 58 Tahun 2012 nanti kalau ada waktu saya sambung lagi bahasan ini.