Selain hal-hal yang menggugurkan penuntutan pidana, KUHP juga mengatur mengenai hal-hal yang menggugurkan pelaksanaan pidana. Terhadap orang yang dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, orang tersebut diwajibkan menjalankan atau melaksanakan hukuman atau pidana yang dijatuhkan padanya. Namun demikian, dalam hal tertentu pelaksanaan pidana yang harus dijalankan orang itu menjadi gugur.
Terdapat tiga hal yang menggugurkan pelaksanaan pidana yang diatur di dalam KUHP yaitu sebagai berikut :
a. Terpidana Meninggal Dunia
Dalam hukum pidana terdapat suatu doktrin yang menyatakan bahwa hukuman atau pidana dijatuhkan semata-mata kepada pribadi terpidana, karenanya tidak dapat dibebankan kepada ahli warisnya. Pasal 83 KHUP menyatakan bahwa kewenangan menjalankan atau melaksanakan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Gugurnya pelaksanaan pidana ketika terpidana meninggal dunia tidak hanya terbatas pada pidana penjara yang dijatuhkan oleh hakim, tapi termasuk juga pidana tambahan seperti perampasan barang, tetapi tidak termasuk perintah untuk merusak barang atau menjadikan barang itu tidak bisa digunakan lagi. Hal yang terakhir bukan merupakan pidana melainkan tindakan yang dimiliki kepolisian untuk kepentingan keamanan.
b. Daluwarsa
Ketentuan mengenai Daluwarsa ini diatur dalam Pasal 84 KUHP, yang berbunyi :
1. Kewenangan menjalankan pidana hapus karena daluwarsa.
2. Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
3. Bagaimanapun juga tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana yang dijatuhkan.
4. Wewenang menjalankan pidana mati tidak mungkin daluwarsa.
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, pelaksanaan pidana menjadi gugur karena daluwarsa jika pidana yang dijatuhkan kepada terpidana bukan pidana mati. Bagi terpidana yang dijatuhi hukuman mati aturan mengenai daluwarsa sebagai alasan yang menggugurkan pelaksanaan pidana tidak dapat diberlakukan kepada terpidana itu. Lalu bagaimana kalau terpidana dijatuhi pidana seumur hidup, KUHP ternyata tidak mengaturnya. Karena yang secara eksplisit disebutkan sebagai alasan yang tidak menggugurkan pelaksanaan pidana karena daluwarsa adalah pidana mati, sedangkan pidana seumur hidup tidak dijelaskan. Ketentuan mengenai daluwarsa dalam KUHP sebagai alasan yang menggugurkan pidana memiliki kelemahan terutama dalam kaitannya dengan pidana seumur hidup yang dijatuhkan kepada terpidana.
c. Grasi
Pengertian Grasi adalah wewenang dari kepala negara untuk menghapuskan seluruh pidana yang telah dijatuhkan hakim atau mengurangi pidana, atau menukar hukum pokok yang berat dengan suatu pidana yang lebih ringan. Ketentuan mengenai grasi diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945. Secara historis grasi merupakan hak raja, sehingga dianggap sebagai anugerah yang dimiliki raja. Akan tetapi, saat ini grasi merupakan suatu alat untuk menghapuskan sesuatu yang dirasakan tidak adil jika hukum yang berlaku mengakibatkan timbulnya ketidakadilan. Ketentuan khusus mengenai grasi diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Grasi.
Sumber Tulisan Dari :
Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.
Leden Marpaung, 2005, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
Wirjono Prodjodikoro, 1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Cetakan Keempat, Edisi Kedua, Eresco, Bandung.