Namun, sudah terang bahwa teori tingkah laku ini tidak bebas dari kritik. Teori Tingkah Laku ini dikritik karena sering tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal di dunia pendidikan yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon.
Kita ambil contoh, suatu saat seorang peserta didik mau belajar giat setelah diberi stimulus tertentu. Tetapi karena satu dan lain hal, peserta didik tersebut tiba-tiba tidak mau belajar lagi, padahal kepadanya sudah diberikan stimulus yang sama atau yang lebih baik dari itu. Disinilah persoalannya. Ternyata teori tingkah laku ini dianggap tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara stimulus dan respon tersebut. Tentu saja kita dapat mengganti stimulus dengan stimulus lain sampai kita mendapatkan respon yang kita inginkan. Tetapi kita tahu hal ini belum menjawab pertanyaan yang sebenarnya.
Disamping itu, teori belajar ini dianggap cenderung mengarahkan peserta didik untuk berpikir tidak kreatif. Dengan prosesnya yang disebut “pembentukan” (shaping), misalnya peserta didik digiring sampai ke suatu target tertentu, padahal banyak hal dalam hidup ini yang tidak sesederhana itu. Skinner dan ahli-ahli ahli lain (Thorndike, Watson, Clark Hull, red) penyokong teori ini memang tidak menganjurkan adanya “hukuman” digunakan dalam proses belajar mengajar. Tetapi apa yang mereka sebut “penguat negatif” (Negative Reinforcement) cenderung membatasi keleluasaan peserta didik untuk berimajinasi dan berpikir.
Kita ingat kembali, bahwa menurut Guthrie, “hukuman” memegang peranan penting dalam proses belajar. Skinner tidak percaya pada asumsi Guthrie ini karena tiga alasan. Pertama, pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara. Kedua, dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama. Ketiiga, hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari “hukuman”. Dengan kata lain “hukuman” dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan pertama yang diperbuatnya.
Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Ini tidak sama dengan hukuman. Ketidaksamaan tersebut adalah, bila hukuman harus “diberikan” (sebagai stimulus) harus “dikurangi” agar respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya seorang peserta didik perlu dihukum untuk suatu kesalahan yang dibuatnya (teori Guthrie). Jika peserta didik masih bandel, maka hukuman harus ditambah. Tetapi, jika sesuatu yang tidak mengenakkan peserta didik itu dikurangi (bukan malah ditambah), dan pengurangan ini mendorong mahasiswa itu untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut “penguat negatif” (teori Skinner).
Lawan dari penguat negatif adalah “penguat positif” (positive reinforcement). Keduanya bertujuan memperkuat respon. Namun bila penguat positif harus “ditambah”, maka penguat negatif harus “dikurang” agar memperkuat respon.
Sumber Tulisan :
Suciati dan Prasetya Irawan, 2006, Teori Belajar dan Pembelajaran, Buku Acuan, Program Pekerti, P2P Universitas Negeri Jakarta.