Dalam membina hubungan atau ikatan rumah tangga antara suami dan istri sudah barang tentu di kemudian hari akan terjadi putusnya perkawinan, entah itu disebabkan kematian ataupun karena perceraian.
Penyebab putusnya perkawinan sebagaima tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan disebabkan oleh :
a. Kematian
b. Perceraian dan
c. Atas keputusan Pengadilan
Lebih lanjut pada Pasal 39 mengatur tentang perceraian :
(1). Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
(2). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun, sebagai suami istri.
(3). Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Gugatan perceraian juga dimuat dalam pasal selanjutnya yaitu Pasal 40 :
(1). Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
(2). Tata cara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.
Akibat perceraian ini, pihak yang bersangkutan yaitu suami atau istri memiliki kewajiban yang harus dilakukan dan dijalankan, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 41, Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
(1). Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberikan keputusannya.
(2). Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut. Pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
(3). Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.