Pandangan orang terhadap kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah selalu obyektif. Bahkan lebih banyak unsur subyektivitas dalam menentukan kondisi tubuh seseorang.
Persepsi masyarakat tentang sehat atau sakit ini sangatlah dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya. Sebaliknya, petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis yang obyektif berdasarkan symptom yang tampak guna mendiagnosa kondisi fisik seorang individu.
Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan. Kadang-kadang orang tidak pergi berobat atau menggunakan sarana kesehatan yang tersedia sebab dia tidak merasa mengidap penyakit.
Atau jika si individu merasa bahwa penyakitnya itu disebabkan oleh makhluk halus, maka dia akan memilih untuk berobat kepada orang pandai yang dianggap mampu mengusir makhluk halus tersebut dari tubuhnya sehingga penyakitnya itu akan hilang.
Secara ilmiah pengertian penyakit atau disease adalah sebagai gangguan fungsi fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari ligkungan. Jadi penyakit itu bersifat obyektif. Sebaliknya pengertian sakit atau illness adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu penyakit. Fenomena subyektif ini ditandai dengan perasaan tidak enak.
Mungkin saja terjadi bahwa secara obyektif individu terserang penyakit dan salah satu organ tubuhnya terganggu fungsinya namun dia tidak merasa sakit dan tetap menjalankan tugasnya sehari-hari. Sebaliknya, seseorang mungkin merasa sakit tetapi dari pemeriksaan medis tidak diperoleh bukti bahwa dia sakit.
Di negara-negara maju banyak orang yang sangat tinggi kesadarannya akan kesehatan dan takut terkena penyakit sehingga jika dirasakan sedikit saja kelainan pada tubuhnya, maka dia akan langsung pergi ke dokter, padahal ternyata tidak terdapat gangguan fisik yang nyata atau hypochondriacal. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak ditemukan dinegara maju daripada dikalangan masyarakat tradisional.
Umumnya masyarakat tradisional memandang seseorang sebagai sakit jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya, tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur.
Selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih dikatakan sehat. Batasan sehat yang diberikan oleh WHO adalah "a state of complete physical, mental and social wellbeing". Dari batasan ini jelas terlihat bahwa sehat itu tidak hanya menyangkut kondisi fisik, melainkan juga kondisi mental dan sosial seseorang.
Petugas kesehatan umumnya mendeteksi kebutuhan masyarakat akan upaya kesehatan atau health care pada tahap yang lebih awal. Kebutuhan ini bukan hanya dideteksi pada awal dimulainya suatu penyakit tetapi lebih awal lagi, yaitu ketika orangnya masih sehat tetapi membutuhkan upaya kesehatan guna mencegah timbulnya penyakit-penyakit tertentu. Sebaliknya, masyarakat baru merasa membutuhkan upaya kesehatan jika mereka telah berada dalam tahap sakit yang parah, artinya yang tidak dapat diatasi dengan sekedar beristirahat atau minum jamu.
Memang berbagai penelitian dinegara-negara berkembang maupun negara maju menunjukkan bahwa tindakan pertama untuk mengatasi penyakit adalah berobat sendiri atau self medication. Di negara-negara seperti Indonesia masih ada satu tahap lagi yang dilewati banyak penderita sebelum mereka datang ke petugas kesehatan, yaitu pergi berobat ke dukun atau ahli-ahli pengobatan tradisional lainnya.
Dengan demikian makin parahlah keadaan penderita jika akhirnya meminta pertolongan seorang dokter. Bahkan di Mesir di kalangan orang tradisional dan kurang terpelajar, rumah sakit pernah dikenal sebagai rumah mati karena menurut pengamatan mereka, siapa yang masuk ke rumah sakit biasanya akan keluar sebagai mayat. Mereka mengira bahwa kematian itu disebabkan oleh dokter-dokter di rumah sakit, tanpa memahami keadaan yang sebenarnya, dimana pasien yang dikirim ke rumah sakit itu kebanyakan adalah yang keadaannya sudah sangat parah sehingga biasanya tidak tertolong lagi.
Yang lebih sulit lagi, konsep sehat dan sakit ini berbeda-beda antara kelompok masyarakat. Oleh sebab itu petugas kesehatan perlu menyelidiki persepsi masyarakat setempat tentang sehat dan sakit, mencoba mengerti mengapa persepsi tersebut sampai berkembang sedemikian rupa dan setelah itu mengusahakan mengubah persepsi tersebut agar mendekati konsep yang lebih obyektif. Dengan cara ini maka penggunaan sarana kesehatan diharapkan dapat lebih ditingkatkan.
Sumber Tulisan :
Solita Sarwono, 1993, Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.