Dalam KUHP ketentuan tentang recidive yang diatur di dalam Pasal 486, 487, 488 KUHP merupakan dasar pemberatan pidana.
Pengertian Pengulangan atau Recidive adalah kelakuan seseorang yang mengulangi perbuatan pidana sesudah dijatuhi pidana dengan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena perbuatan pidana yang telah dilakukannya lebih dahulu.
Seseorang yang sering melakukan perbuatan pidana, dan karena dengan perbuatan-perbuatannya itu telah dijatuhi pidana bahkan lebih sering dijatuhi pidana, disebut recidivist. Kalau recidive menunjukkan pada kelakuan mengulangi pidana, maka recidivist menunjuk kepada orang yang melakukan pengulangan perbuatan pidana.
Secara teoritis terdapat tiga bentuk pengulangan yaitu :
Perbuatan yang termasuk dalam general recidive adalah perbuatan seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan kerena suatu kejahatan yang dilakukannya, kemudian menjalani pidana hingga bebas, belum melampaui waktu lima tahun ia melakukan kejahatan lagi yang berupa kejahatan apapun. Kejahatan yang kedua ini dapat saja sejenis dengan kejahatannya yang pertama, tetapi dapat juga berbeda dengan kejahatannya yang pertama.
2. Special Recidive (Pengulangan Khusus)
Special Recidive adalah perbuatan seseorang yang melakukan kejahatan, dan terhadap kejahatan itu telah dijatuhi pidana oleh hakim, kemudian ia melakukan kejahatan lagi yang sama atau sejenis dengan kejahatan pertama, maka persamaan kejahatan yang dilakukan itu kemudian merupakan dasar untuk memberatkan pidana yang dijatuhkan pada dirinya. Perbuatan special recidive khusus ini pemberatan pidananya hanya dikenakan pada pengulangan yang dilakukan terhadap jenis perbuatan pidana tertentu dan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, belum lebih lima tahun.
3. Tussen Stelsel
Tussen Stelsel adalah seseorang yang telah diputuskan oleh pengadilan dengan putusan pemidanaan karena suatu kejahatan yang dilakukannya, kemudian setelah menjalani pidana hingga bebas, belum melampaui waktu lima tahun ia melakukan kejahatan lagi yang masih dalam satu kualifikasi delik dengan kejahatannya yang pertama. Dasar alasan hakim memperberat penjatuhan pidana dalam tussen stelsel ini adalah karena orang itu membuktikan mempunyai tabiat yang jahat, dan oleh sebab itu dianggap merupakan bahaya bagi masyarakat atau ketertiban umum.
Sumber Tulisan :
Mahrus Ali, 2011, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.