Pengertian Undang-Undang dan Pengertian Perundang-Undangan Oleh Safi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura) dalam Jurnal Ilmiah Hukum dan Dinamika Masyarakat, Vol.8 No.2, April 2011, Penerbit Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang.
Kata Undang-Undang (UU) dalam tulisan ini adalah undang-undang dalam arti formal dan material (weet in formele zin en materiele zin) sekaligus. Sehingga mencakup semua jenis peraturan perundang-undangan dari undang-undang kebawah. Mengenai undang-undang dalam arti formal dan material,, P.J.P Tak dalam bukunya Rechtsvorming in Nederland, sebagaimana dikutip oleh H. Machmud Aziz dalam jurnal MK edisi Oktober 2010 Vol.5, mengatakan bahwa pengertian undang-undang dibagi dalam dua pengertian yaitu "undang-undang dalam arti formal (wet in formele zin) dan undang-undang dalam arti material (wet in materiele zin).
Menurut P.J.P Tak, undang-undang dalam arti formal adalah "...van een wet in formele zin spreken we als de regering en de stten-generaal gezamenlijk een besluit nemen volgenseen in de grondwet (apabila pemerintah bersama dengan parlemen mengambil keputusan, maksudnya untuk membuat undang-undang).
Selanjutnya P.J.P Tak mengatakan "...weten in formele zin kumen slechts worden vastgestelde door deregering en de stten-generaal gezamenlijk. We neomen deze weten daarom ook wel parlementaire wetten en de formele wetgever ook wel perlementere wetgever..(undang-undang dalam arti formal hanya dapat dibentuk oleh pemerintah dan parlemen. Oleh karena itu undang-undang ini disebut juga undang-undang parlementar dan pembentuk undang-undang dalam arti formal ini juga disebut undang-undang parlementer)".
P.J.P Tak juga mengatakan "...De Grondwet kent niet allen aan de formele wetgever wetgevende bevoegdheden toe, mar rook andree overheidsorgamen zoals de regerin, de propiciale staten en de gementereed. Zowel de formele wetgeger als deze andree overheidsorganen hebben de bevoegdeid tot het maken van wetten inmateriele zin (kewenangan membentuk peraturan perundang-undanganoleh Undang-Undang Dasar tidak hanya diberikan kepada pembentuk undang-undang dalam arti formal saja, tetapi kewenangan ini juga diberikan kepada organ / lembaga penguasa yang lain seperti ekskutif / pemerintah, pemerintah propinsi dan kota. Baik pembentuk undang-undang dalam arti formal maupun organ / lembaga penguasa yang lain tersebut mempunyai kewenangan untuk membuat "undang-undang dalam arti material").
Mengenai pengertian undang-undang dalam arti material, P.J.P Tak mengatakan bahwa "...van een wet in materele zin spreken we al seen besluit van een organ met wetgevende beveogdheid algemenen, burgers bindende regels bevat...(undang-undang dalam arti material adalah jika suatu lembaga yang mempunyai kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan mengeluarkan suatu keputusan yang isinya mengikat umum).
Dalam kontek Indonesiaan, teori undang-undang dalam arti formal dan undang-undang dalam arti material dibahas oleh A. Hamid S. Attamimi dalam disertasinya. Dalam hal ini Attamimi tidak menggunakan kata "Undang-Undang" sebagai terjemahan / padanan kata "wet" karena dalam konteks teori ini pengertian "wet" menurut Attamimi tidak dapat diterjemahkan dengan "Undang-Undang".
Attamimi berpendapat bahwa dalam pengertian "wet dalam arti formal" dan "wet dalam arti meteriil", kata "wet" disini tidak tepat apabila kata-kata "wet in formele zin" diterjemahkan dengan "undang-undang dalam arti formal" atau "undang-undang dalam arti materiil". Sebab kata "undang-undang" dalam bahasa Indonesia tidak dapat dilepaskan kaitannya dari konteks pengertian ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945. Apabila dilepaskan dari konteks tersebut, maka akan timbul kerancuan mengenai pemahamannya. Dalam konteks pengertian teknis ketatanegaraan Indonesia menurut Attamimi "Undang-Undang" adalah produk hukum yang dibentuk oleh presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara, yang dilakukan dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum amandemen).
Menurutnya "wet in formele zin" memang dapat dpersamakan dengan undang-undang, karena secara formal wet merupakan hasil bentukan pembentukan wet yang dinegara Belanda, terdiri atas pemerintahan (regering) dan Staten-generaal (parlemen) secara bersama-sama, sedangkan undang-undang dinegara Indonesia dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kita kepada Almarhum Attamimi sebagai bapak perundang-undangan Indonesia yang meletakkan dasar-dasar ilmu perundang-undangan di Indonesia, dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945, pendapat ini sekarang sudah kurang tepat lagi. Karena berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat (1) jo pasal 20 perubahan pertama dan perubahan kedua UUD 1945, pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang sekarang berada ditangan DPR dan dibahas bersama dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan.
Menurut Attamimi "wet in meteriele zin" di negara Belanda mempunyai arti khusus. Ia memang berisi peraturan, tetapi tidak selalu merupakan hasil bentukan Regering dan Staten Generaal bersama-sama, melainkan dapat juga merupakan produk pembentuk peraturan (regelgever) yang lebih rendah,, seperti raja, menteri, provinsi, kota, dan lainnya. Oleh karena itu untuk menghilangkan kerancuan pengertian, dalam hal ini menyarankan agar kata-kata "wet in formele zin" diterjemahkan dengan "undang-undang" saja, sedangkan "wet in materiele zin" dengan "Peraturan Perundang-Undangan".
Dalam hukum positif sekarang di Indonesia, menurut UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Peraturan Pembentukan Perundang-Undangan, dalam pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Definisi ini hanya mencakup pemahaman "wet in formele zin" saja.
Sumber :
Machmud Aziz, Pengujian Peraturan Perundang-Undangan Dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Jurnal MK, Vol.5, Oktober 2010, Jakarta, h.115
P.J.P Tak, Rectsvorming in Nederland (een inleiding), Open Universiteit, Samson H.D, Tjeenk Wilink, Earste Drunk, 1984, h.62-63
A. Hamid SA, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang Bersifat Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I-Pelita IV), Disertasi,, Universitas Indonesia, 1990, Jakarta, (tidak dipublikasikan).