Asas Equality Before The Law dan Asas Presumption of innocence

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Asas Equality Before The Law dan Asas Presumption of innocence
Asas Equality Before The Law tercantum di dalam Penjelasan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa setiap orang mendapat perlakuan yang sama di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan (Karjadi dan Soesilo, 1997).
Disamping itu, asas ini juga tertuang di dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :
"Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang".
Dari bunyi pasal tersebut, dapat diartikan bahwa jika seseorang diduga telah melakukan tindak pidana, maka prosedur agar penjatuhan sanksi dapat terlaksana adalah dengan berdasar kepada ketentuan yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Contoh misalnya seorang dokter diduga melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki Surat Ijin Praktik. Maka berdasarkan pasal 76 Undang-Undang Praktik Kedokteran, dokter tersebut dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah). Terhadap dokter yang diduga melakukan tindak pidana melaksanakan praktik kedokteran tanpa mempunyai Surat Ijin Praktik ini, polisi dapat melakukan penangkapan ataupun penahanan bila polisi telah mempunyai cukup bukti terhadap dugaan tersebut.
Selanjutnya tentang asas Presumption of innocence (Asas praduga tak bersalah), asas ini tercantum di dalam Penjelasan Umum KUHAP yang berbunyi sebagai berikut :
"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap".
Selain dimuat di dalam Penjelasan Umum KUHAP tersebut, pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyebutkan asas praduga tak bersalah ini dengan bunyi kalimat yang sama.
Sumber :
Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku ke II, h.61-62.  

Artikel Lainnya:

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :