Medical Error Dalam Pelayanan Medis

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Medical Error Dalam Pelayanan Medis
Istilah error / kesesatan juga digunakan dalam pelayanan medis, sebagaimana dikemukakan oleh J. Guwandi (2005), yang menyebutkan istilah "Medical Error" didalam pelayanan medis mempunyai ruang lingkup dan pengertian sendiri, karena penafsiran terhadap istilah medical error haruslah berdasar sudut pandang medis yang terkait dengan profesi dokter yang tidak mungkin ditafsirkan dari sudut pandang hukum maupun awam. Pepatah Inggris mengatakan "To error is human, to forgive is devine". Tidak ada seorang manusiapun yang luput dari kesalahan, demikian juga dokter yang pada hakikatnya juga sebagai manusia.
Bryan A. Liang (Guwandi, 2005), memberikan definisi medical error sebagai suatu kekeliruan, suatu peristiwa yang tidak diduga akan terjadi, yang tidak dikehendaki dalam pemberian pelayanan medis yang dapat mengakibatkan luka ataupun tidak sampai menimbulkan luka terhadap pasien. (A medical error is a mistake, an inadvertent occurrence, or an unintended event in the delivery of health care that may, or may not, result in patient injury).
Selanjutnya J. Guwandi menyatakan bahwa medical error sebagai akibat tindakan medis yang dilakukan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kegagalan / ketidakberhasilan terapi dalam tindakan operasi, yang antara lain disebabkan oleh :
- Terjadinya komplikasi (penyulit)
- Kecelakaan (surgical mishap)
- Kecelakaan anesthesi (reaksi hypersensitif terhadap obat anesthesi dan sebagainya).
2. Ketidakberhasilan / kegagalan dalam pemberian pengobatan, yang dapat dikarenakan hal-hal sebagai berikut :
- Komplikasi dari pengobatan
- Kecelakaan medis
- Kesalahan menentukan diagnosis
- Kesalahan dalam memilih obat
Beberapa penyebab ketidak berhasilan dalam pemberian obat kepada pasien, diperinci oleh American Society of Consultant Pharmacists sebagai berikut :
1. Kekurangan pengobatan (Under use of medication) yang terdiri dari :
- Ada indikasi pasien tidak dirawat / ditangani dengan baik, misalnya pasien tidak diberi obat yang dibutuhkannya.
- Kekurangan dosis obat yang diberikan (subtherapeutic dosage), misalnya pasien diberi obat yang tepat, tetapi dalam dosis yang tidak sesuai atau kurang dari yang seharusnya.
2. Kelebihan pengobatan (Overuse of medications) terdiri dari :
- Pemberian obat tanpa indikasi yang jelas, misalnya pemberian antibiotika terhadap pasien tanpa gejala infeksi atau kemungkinan menderita penyakit infeksi.
- Kelebihan dosis (overdosage), misalnya dosis yang diberikan melebihi kebutuhan pasien (dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan pasien).
- Pemberian obat yang tidak cocok (Use of inappropriate medications), misalnya pemilihan obat tidak tepat (improper drug selection).
- Reaksi obat yang tidak diinginkan, yang terdiri dari :
a. Adverse drug reactions (efek samping obat). Misalnya terjadi Stevens- Johnson Syndrome setelah pasien minum bactrim.
b. Drug interactions (interaksi antar obat). Misalnya pemberian co-trimoxazole bersama-sama dengan pyremethamine dapat terjadi interaksi dengan akibat meningkatnya resiko terjadinya anemia.
- Pasien tidak mendapatkan obat yang dibutuhkan untuk terapinya (lack of adherence to drug therapy / patient non compliance). Misalnya pasien tidak menerima pengobatan karena alasan ekonomi, sosiologi dan sebagainya.
Terkait dengan medical error, Guwandi menyebutkan dua istilah sebagai berikut :
1. Error of ommission (berbentuk kegagalan) misalnya diagnosis keliru, diagnosis yang terlambat, terjadinya penyulit dalam pemberian obat.
2. Error of Commission merupakan bentuk tindakan yang salah, misalnya salah obat, salah dosis, salah rute pemberian obat, salah pasien, salah waktu dan sebagainya.
Sumber :
Anny Isfandyarie dan Fachrizal Afandi, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter, Buku ke II, Prestasi Pustaka Publisher, h.50-53. 

Artikel Lainnya:

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :