Sejarah Rumah Sakit Ditulis Oleh : Fery K Indrawanto, SE, S.H, M.H
Dalam sejarah kuno, kepercayaan dan pengobatan berhubungan sangat erat. Salah satu contoh institusi pengobatan tertua adalah kuil Mesir. Kuil Asclepius di Yunani juga dipercaya memberikan pengobatan kepada orang sakit, yang kemudian juga diadopsi bangsa Romawi sebagai kepercayaan. Kuil Romawi untuk Æsculapius dibangun pada tahun 291 SM di tanah Tiber, Roma dengan ritus-ritus hampir sama dengan kepercayaan Yunani.
Institusi yang spesifik untuk pengobatan pertama kali, ditemukan di India. Rumah sakit Brahmanti pertama kali didirikan di Sri Lanka pada tahun 431 SM, kemudian Raja Ashoka juga mendirikan 18 rumah sakit di Hindustan pada 230 SM dengan dilengkapi tenaga medis dan perawat yang dibiayai anggaran kerajaan.
Rumah sakit pertama yang melibatkan pula konsep pengajaran pengobatan, dengan mahasiswa yang diberikan pengajaran oleh tenaga ahli, adalah Akademi Gundishapur di Kerajaan Persia.
Bangsa Romawi menciptakan valetudinaria untuk pengobatan budak, Gladiator, dan prajurit sekitar 100 SM. Adopsi kepercayaan Kristiani turut mempengaruhi pelayanan medis di sana. Konsili Nicea I pada tahun 325 memerintahkan pihak Gereja untuk juga memberikan pelayanan kepada orang-orang miskin, sakit, janda, dan musafir. Setiap satu katedral di setiap kota harus menyediakan satu pelayanan kesehatan. Salah satu yang pertama kali mendirikan adalah Saint Sampson di Konstantinopel dan Basil, Bishop of Caesarea. Bangunan ini berhubungan langsung dengan bagunan gereja, dan disediakan pula tempat terpisah untuk penderita lepra.
Rumah sakit abad pertengahan di Eropa juga mengikuti pola tersebut. Di setiap tempat peribadahan biasanya terdapat pelayanan kesehatan oleh pendeta dan suster (Frase Perancis untuk rumah sakit adalah hôtel-Dieu, yang berarti "hostel of God."). Namun beberapa di antaranya bisa pula terpisah dari tempat peribadahan. Ditemukan pula rumah sakit yang terspesialisasi untuk penderita lepra, kaum miskin, atau musafir.
Rumah sakit dalam sejarah Islam memperkenalkan standar pengobatan yang tinggi pada abad 8 hingga 12. Rumah sakit pertama dibangun pada abad 9 hingga 10 mempekerjakan 25 staf pengobatan dan perlakuan pengobatan berbeda untuk penyakit yang berbeda pula. Rumah sakit yang didanai pemerintah muncul pula dalam sejarah Tiongkok pada awal abad 10.
Perubahan rumah sakit menjadi lebih sekular di Eropa terjadi pada abad 16 hingga 17. Tetapi baru pada abad 18 rumah sakit modern pertama dibangun dengan hanya menyediakan pelayanan dan pembedahan medis. Inggris pertama kali memperkenalkan konsep ini. Guy's Hospital didirikan di London pada 1724 atas permintaan seorang saudagar kaya Thomas Guy. Rumah sakit yang dibiayai swasta seperti ini kemudian menjamur di seluruh Inggris Raya. Di koloni Inggris di Amerika kemudian berdiri Pennsylvania General Hospital di Philadelphia pada 1751. setelah terkumpul sumbangan £2,000. Di Eropa Daratan biasanya rumah sakit dibiayai dana publik. Namun secara umum pada pertengahan abad 19 hampir seluruh negara di Eropa dan Amerika Utara telah memiliki keberagaman rumah sakit.
Sejarah perkembangan rumah sakit di Indonesia pertama sekali didirikan oleh VOC tahun 1626 dan kemudian juga oleh tentara Inggris pada zaman Raffles terutama ditujukan untuk melayani anggota militer beserta keluarganya secara gratis. Jika masyarakat pribumi memerlukan pertolongan, kepada mereka juga diberikan pelayanan gratis.
Hal ini berlanjut dengan rumah sakit-rumah sakit yang didirikan oleh kelompok agama. Sikap karitatif ini juga diteruskan oleh rumah sakit CBZ di Jakarta. Rumah sakit ini juga tidak memungut bayaran pada orang miskin dan gelandangan yang memerlukan pertolongan. Semua ini telah menanamkan kesan yang mendalam di kalangan masyarakat pribumi bahwa pelayanan penyembuhan di rumah sakit adalah gratis. Mereka tidak mengetahui bahwa sejak zaman VOC, orang Eropa yang berobat di rumah sakit VOC (kecuali tentara dan keluarganya) ditarik bayaran termasuk pegawai VOC.
Setelah kemerdekaan perumahsakitan di Indonesia berkembang pesat sehingga muncul berbagai macam Rumah Sakit baik milik swasta maupun milik pemerintah. Secara garis besar dapat dibedakan adanya dua kategori Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 159b / MENKES / PER / II / 1998 mencantumkan pengertian tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus, sebagai berikut:
1. Rumah Sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara merata, dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian.
2. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk semua jenis penyakit, mulai dari pelayanan kesehatan dasar sampai dengan pelayanan subspesialistis sesuai dengan kemampuannya.
3. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk jenis penyakit tertentu atau berdasarkan disiplin ilmu tertentu.
Beberapa tahun lalu sejumlah rumah sakit, yaitu milik Pemerintah Pusat, berstatus perusahaan jawatan (perjan). Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang Badan Usaha Milik Negara, rumah sakit-rumah sakit tersebut harus memilih apakah akan menjadi perusahaan umum (perum) atau perseroan. Kecenderungan ini menimbulkan keragu- raguan bagi pihak manajemen dalam setiap pengambilan keputusannya. Pemeintah DKI Jakarta yang dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2004 telah mulai merubah RSUD-nya (RSUD Pasar Rebo) menjadi Perseroan Terbatas.
Pada intinya, proses korporatisasi rumah sakit sudah berjalan di Indonesia. Proses ini berjalan walaupun mengalami kerancuan mengenai makna yang ada. Sebagai contoh, di sebuah RSD di Jawa Timur ditemukan pengembangan rumah sakit swadana menjadi rumah sakit dalam bentuk Lembaga Teknis Daerah. Pengembangan ini ternyata justru kemunduran karena otonomi penggunaan pendapatan fungsional ternyata tidak ada lagi setelah menjadi Lembaga Teknis Daerah. Rumah Sakit berubah kembali sistem majemen keuangannya seperti lembaga birokrasi. Di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, rumah sakit-rumah sakit daerah berkembang menjadi Unit Pelaksana Teknis Plus (UPTP) yang memiliki berbagai tambahan otonomi, termasuk otonomi di bidang sumber daya manusia. Di kelompok RSUP, perubahan rumah sakit swadana menjadi Perjan berkembang menjadi lembaga yang diharapkan lebih otonom dan dikelola sebagai lembaga usaha (corporation). Akan tetapi, pada awal tahun 2003 kebijakan Perjan berada pada persimpangan jalan karena ternyata rencana Undang-undang mengenai BUMN tidak mengenal bentuk perjan. Dalam RUU tersebut hanya ada dua bentuk yaitu Perum dan PT yang keduanya berdasarkan asas mencari keuntungan. Dengan asas ini tentunya Perum dan PT bukanlah pilihan ideal bagi RSUP. Oleh karena itu berkembang wacana untuk menjadikan RSUP sebagai organisasi yang berbentuk hukum Badan Layanan Umum (BLU). Bentuk hukum BLU ini sebenarnya dapat diartikan sebagai lembaga usaha tidak mencari keuntungan (non-profit corporation).