Rekam Medis Dalam Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :
Rekam Medis Dalam Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata
Baik didalam perkara pidana maupun dalam perkara perdata, hakim memerlukan pembuktian. Hariyani (2005) menjelaskan mengenai pembuktian menurut hukum perdata sebagai berikut :
* Bila seorang dokter dituntut pasien karena melakukan malpraktik medik, maka biasanya dasar tuntutan yang diajukan pasien kepada dokter antara lain :
a. Dokter dituduh melakukan wanprestasi (ingkar janji), dituntut berdasarkan pasal 1239 KUHPerdata.
b. Dokter dituduh melakukan perbuatan melawan hukum, dituntut berdasarkan  pasal 1365 KUHPerdata.
c. Dokter dituduh melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian, dituntut berdasarkan pasal 1366 KUHPerdata.
d. Dokter dituduh melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab, dituntut berdasarkan pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata.
* Dalam menghadapi tuntutan atau gugatan dari pasien tersebut, pasien harus membuktikan dasar tuntutan atau gugatannya yang diatur didalam pasal 1865 KUHPerdata yang berbunyi :
Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri ataupun  membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
* Dari pasal 1865 KUHPerdata tentang pembuktian diatas, dapat diartikan bahwa bila pasien menggugat atau menuntut dokter, maka ia harus dapat membuktikan kesalahan maupun kelalaian dokter yang dituntut tersebut.
Dokter yang dituntut, tentunya akan melakukan pembelaan diri dengan alat bukti yang bisa mendukung terhadap pembenaran tindakan yang dilakukannya. Menurut pasal 164 HIR / Herziene Indonesisch Reglement (Tresna:1996), maka yang disebut bukti ialah :
a. Bukti surat
b. Bukti saksi
c. Sangka
d. Pengakuan
e. Sumpah
Dalam penjelasan pasal 46 UU Praktik Kedokteran tentang pengertian rekam medis, disebutkan bahwa rekam medis adalah : Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dari penjelasan tersebut, dapat diartikan bahwa rekam medis yang berbentuk tertulis ini dapat disamakan dengan surat yang dapat dijadikan sebagai alat bukti dipengadilan untuk membantah gugatan pasien tersebut.
Hukum Acara Pidana pun menyebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya didapatkan 2 (dua) alat bukti yang sah yang berdasarkan alat bukti tersebut hakim dapat memperoleh keyakinan bahwa terdakwa telah benar-benar melakukan tindak pidana sebagaimana disebutkan dalam pasal 183 KUHAP. Selanjutnya pasal 184 KUHAP menyebutkan tentang alat bukti yang sah sebagai berikut :
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa.
Dalam Hukum Acara Pidana, rekam medis dapat dijadikan alat bukti surat dipengadilan berdasarkan pasal 187 ayat (4) huruf b KUHAP:
Surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
Rekam medis merupakan surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu UU Praktik Kedokteran pasal 46 ayat (1) sampai (3) dan Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang rekam medis atau medical record yang menurut pasal 81 UU Praktik Kedokteran masih berlaku. Surat ini dibuat oleh pejabat (dokter) yang termasuk dalam tata laksana tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi sesuatu hal atau sesuatu keadaan tentang pasien. Kriteria ini memenuhi pasal 187 ayat (4) huruf b KUHAP sehingga rekam medis dapat dijadikan alat bukti surat di pengadilan.
Tentang petunjuk sebagaimana disebutkan dalam pasal 184 huruf d, dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 188 ayat (2) dan (3) bahwa petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa, yang akan diperiksa oleh hakim secara arif dan bijaksana dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya sehingga memberikan keyakinan kepada hakim atas kekuatan pembuktian petunjuk tersebut. Pemberian nilai atas petunjuk diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.
Dari isi pasal 188, dapat diartikan bahwa bila seseorang dokter dituduh melakukan tindak pidana dan diajukan kepengadilan sebagai terdakwa, keterangan dokter dan surat serta keterangan saksi (perawat yang ikut merawat pasien) dapat memberikan petunjuk kepada hakim untuk membuktikan dokter bersalah atau tidak. Surat yang dapat dipakai sebagai alat bukti yang mungkin bisa meringankan dokter, tidak lain adalah rekam medis.

Sumber Rujukan :
Isfandyarie,A.,2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Dokter Buku I, Prestasi Pustaka Publisher : Jakarta.

Artikel Lainnya:

Silahkan Bagikan Tulisan-Artikel ini :